Ketika saya berada disekolah dasar, saya adalah anak yang sedikit belajar,
sedikit buka buku dan sedikit sekali ikut mengaji. Lebih banyak bermain tanpa
lupa meminta uang untuk ongkos main. Berkeliran sana dan sini. Sampai
kehilangan arah, hingga nongkrong dirumah orang yang baru kenal dijalan. Saya
baru bisa tenang dirumah kalau weekend
saat kartun kesayangan banyak diputar di RCTI.
Masa kecil saya, nggk terlalu bahagia dari segi Harta benda. Jauh dari kata
sejahtera, tapi ibu dan ayah tetap berusaha agar keluarga cukup, untuk makan,
belajar dan hidup. Merasakan panas ketika terik, kedinginan ketika hujan,
hingga terbangnya terpal yang menjadi pengganti genteng, kala hujan bercampur
angin melanda Bekasi adalah hal yang biasa. Tapi kami bahagia dan bisa hidup,
berkembang hingga sekarang.
Namanya waktu, dia berjalan cepat tanpa dapat di hentikan. Usia terus
bertambah kebobrokan saya malah makin bertambah. Sampai pada titik ada sebuah
moment yang sampai sekarang masih saya ingat terjadi. Disuatu maghrib, setelah
sholat, kalau tidak salah saat saya kelas 3 atau 4 SD. Teteh saya 6 SD dan
Abang saya 8 MTs.
Kami duduk bersama membaca yasin, diatas kasur yang ringkih, bersama ibu
yang masih memakai mukena berwarna putih. Di mulailah kami bersama-bersama membaca
Yasin. Abang, teteh dan ibu terdengar membaca dengan begitu cepat dan lancar.
Sementara saya malah terbata hingga akhirnya menyerah dan diam karena kesulitan
mengikuti tempo bacaan mereka. Melihat saya yang diam seketika itu ibu marah
dan tamparannya mendarat di pipi saya, saya diam sejenak lalu berkata “bacanya
kecepetan ibu”. Beliau pun menjawab “makannya ngaji, main terus”. Saya pun
menangis lama, saambil terus memegangi pipi, hingga akhirnya lelah dan hujan tangis reda dengan sendirinya.
Dibalik apa yang saya rasakan ketika kecil, manfaatnya saya rasakan ketika
besar. Dibalik keras dan tegasnya didikan beliau yang saya tahu hanya satu.
Beliau ingin anaknya berguna dan menjadi lebih baik. Hingga kini cita-cita
beliau keanak-anaknya hanya satu, menjadi pribadi yang Sholeh dan berbakti.
Sebaik-baiknya masa adalah masa yang di pakai untuk belajar dan berusaha
menjadi pribadi yang lebih baik. Nggk sedekar main dan bersenang-senang tanpa
kenal belajar. Cerdas adalah berkah, Pintar adalah pilihan dan terus belajar
hingga ajal menjelang adalah kewajiban. Tamparan terasa sakit dan akan hilang
seketika. Tapi kebodohan yang terbawa mati kan membuat menyesal selamanya.
0 Comments