Ilustrasi Istimewa |
Pendahuluan
Dalam perjalanan kehidupan, manusia dihadapkan pada berbagai dilema antara mempertahankan moralitas atau mengikuti norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Dalam konteks ini, moralitas sering kali berbenturan dengan etika yang berlaku di lingkungan sosial atau dunia kerja. Sebuah pertanyaan mendasar muncul: apakah moralitas bersifat kolektif atau pribadi? Dalam Islam, moralitas merupakan ranah kolektif karena sejak awal Islam hadir dengan aturan yang mengatur kehidupan sosial manusia secara komprehensif.
Perbedaan dan Persamaan antara Etika dan Moralitas
Secara umum, moralitas mengacu pada prinsip kebaikan dan keburukan yang diyakini oleh individu maupun masyarakat, sedangkan etika adalah standar perilaku yang ditetapkan oleh kelompok atau profesi tertentu. Dalam beberapa kasus, etika dan moralitas bisa selaras, tetapi tidak jarang pula keduanya bertentangan. Misalnya, dalam dunia kerja, terdapat perusahaan yang memiliki kode etik yang menuntut pegawainya untuk mencapai target dengan segala cara, termasuk yang bertentangan dengan moralitas, seperti manipulasi data atau praktik bisnis yang tidak jujur.
Perbedaan lainnya adalah bahwa moralitas sering kali memiliki dasar yang lebih universal dan berbasis nilai agama, sedangkan etika lebih kontekstual, tergantung pada lingkungan atau profesi tertentu. Namun, keduanya memiliki kesamaan dalam mengatur perilaku manusia agar dapat hidup secara harmonis dalam masyarakat.
Dilema Moralitas dan Etika dalam Dunia Nyata
Salah satu dilema yang sering dihadapi adalah ketika seseorang harus memilih antara mempertahankan moralitasnya atau mengikuti etika yang telah ditetapkan oleh suatu sistem. Contohnya, dalam dunia bisnis, terdapat praktik kompetisi yang tidak sehat di mana seseorang dipaksa untuk menjatuhkan pesaingnya dengan cara-cara yang tidak etis, seperti menyebarkan informasi palsu atau praktik monopoli. Dalam Islam, kejujuran dan keadilan dalam berbisnis sangat ditekankan, sehingga seorang Muslim harus berusaha mencari alternatif yang lebih etis dan sesuai dengan syariat, meskipun itu berarti harus memulai kembali dari nol atau bahkan mengalami kerugian awal.
Dalam konteks ini, Al-Qur'an memberikan petunjuk yang sangat relevan:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat ini menegaskan bahwa segala konsekuensi yang dihadapi dalam mempertahankan prinsip syariat pasti memiliki hikmah yang lebih besar, meskipun di awal terasa berat.
Menghadapi Tantangan: Istiqamah dalam Memegang Prinsip
Memegang teguh moralitas syariat di tengah arus etika modern yang sering bertentangan bukanlah hal yang mudah. Namun, ada beberapa cara agar tetap kuat dalam prinsip ini:
Keyakinan bahwa Allah Tidak Akan Menyia-nyiakan Ketaatan
Nabi Muhammad bersabda:“Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad) Jika seseorang kehilangan sesuatu karena mempertahankan nilai Islam, maka Allah pasti akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.
Memiliki Perspektif Jangka Panjang
Dunia ini sementara, sementara ketakwaan adalah investasi abadi. Kisah Nabi Yusuf yang teguh dalam prinsipnya meskipun dipenjara menunjukkan bahwa kesabaran dalam menghadapi ujian akan berbuah kemenangan pada akhirnya.Mencari Lingkungan yang Mendukung
Berada dalam komunitas yang memiliki visi yang sama akan membantu seseorang tetap istiqamah. Lingkungan yang baik akan menjadi benteng pertahanan dalam menghadapi tekanan sosial dan ekonomi.Tawakal dan Doa
“Hasbunallah wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai penolong). Keyakinan bahwa pertolongan hanya dari Allah akan membantu seseorang tetap tenang dalam menghadapi ujian.
Kesimpulan
Meskipun dunia modern sering kali menawarkan etika yang bertentangan dengan moralitas Islam, tetap berpegang pada prinsip syariat adalah pilihan yang harus diutamakan. Konsekuensi dari pilihan ini bisa berat, bahkan harus memulai dari nol, tetapi sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits, Allah selalu menyediakan jalan bagi mereka yang bertakwa. Oleh karena itu, dengan belajar, berusaha, dan bertawakal, seseorang dapat tetap kuat dalam mempertahankan nilai-nilai Islam di tengah tantangan zaman.
Referensi
Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah (2:216).
Hadits Riwayat Ahmad.
Dzikir dari Al-Qur’an, QS. Ali-Imran (3:173).
0 Comments